Bab I
Pendahuluan
Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia ataupun hewan. Di Indonesia, jagung merupakan makanan
pokok kedua setelah padi. Sedangakan urutan bahan makanan pokok di
dunia, jagung menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi.
Produksi
jagung hingga kini dikonsumsi oleh manusia dalam berbagai bentuk
penyajian. Buah jagung yang masih muda, terutama jenis jagung manis
(sweet corn) sangat disukai orang dan biasanya disajikan dalam bentuk
jagung rebus atau jagung bakar. Selain itu juga sering dijumpai tepung
jagung atau tepung maizena dan minyak jagung.
Jagung merupakan salah
satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang yang dapat
digunakan untuk menggantikan beras
, sebab :
a. Jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung pada padi. (tabel 1.1 terlampir)
b.
Kandungan protein dalam biji jagung sama dengan biji padi, sehingga
jagung dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang
diperlukan manusia. Kandungan karbohidratnyapun mendekati karbohidrat
pada padi, berarti jagung juga memiliki nilai gizi yang mendekati nilai
gizi padi.
c. Jagung dapat tumbuh diberbagai macam tanah, bahkan dikondisi tanah yang agak keringpun juga masih dapat ditanami.
Jagung
sebagai bahan pangan utama bagi sekelompok orang menyebabkan grafik
permintaan akan jagung stabil, bahkan dapat meningkat. Sedangkan peran
jagung sebagai pengganti beras dan makanan tambahan sangat berfluktuasi
permintaannya. Perubahan selera manusia terhadap bahan pangan, sering
mengakibatkan terjadinya perkembangan baru dalam dunia pertanaman
jagung. Sebagai contoh dengan adanya jagung rebus dan jagung bakar serta
jagung sayur dalam kemasan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang
hanya memerlukan waktu yang relatif pendek, menyebabkan adanya angin
baru yang lebih baik bagi petani penanam jagung, sehingga petani lainpun
terdorong untuk ikut menanam.
Tanaman jagung cocok ditanam di
Indonesia, karena kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Di samping itu
tanaman jagung tidak banyak menuntut persyaratan tumbuh serta
pemeliharaannya pun lebih mudah, maka wajar para petani selalu
mengusahakan lahannya untuk menanam jagung. Jagung telah tersebar di
seluruh Indonesia. Daerah-daerah jagung yang telah tercatat antara lain
Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jwa Barat, Jawa Tengah,
D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Selatan dan Maluku. Daerah lain yang mulai memperhatikan
sumbangan dari hasil jagung adalah Nusa Tenggara Timur yang dikenal
dengan peternakannya yang sangat ideal untuk perkembangan areal
pertanaman jagung. Sebab produksi jagung dapat dimanfaatkan untuk
makanan ternak, sedangkan pupuk ternaknya juga dapat digunakan sebagai
pupuk kandang. Hal ini saling menopang kelanjutan hidupnya.
Daerah
penghasil jagung sudah cukup banyak, produksinya pun sudah cukup tinggi.
Dengan ditunjang perkembangan teknologi yang semakin maju dan
ketrampilan petani yang semakin meningkat, maka penemuan
varietas-varietas ungggul yang sudah dilepas akan memberiakan panen yang
melimpah.
Bab II
Studi Literatur
2.1 Jenis Tanaman
Sistimatika tanaman jagung adalah sebagai berikut:
- Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
- Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
- Sub Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
- Classis : Monocotyledone (berkeping satu)
- Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
- Familia : Graminaceae
- Genus : Zea
- Species : Zea mays L.
Menurut umur, dibagi menjadi 3 golongan:
- Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh: Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna.
-
Berumur sedang (tengahan): 90-120 hari, contoh: Hibrida C 1, Hibrida
CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin,Metro dan Pandu.
- Berumur panjang: lebih dari 120 hari, contoh: Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan.
2.2 Jenis Tanaman Unggul
Varietas
unggul mempunyai sifat: berproduksi tinggi, umur pendek, tahan serangan
penyakit utama dan sifat-sifat lain yang menguntungkan. Varietas unggul
ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: jagung hibrida dan varietas
jagung bersari bebas.
Beberapa Varietas Unggul antara lain :
- Abimanyu,
- Arjuna,
- Bromo,
- Bastar Kuning,
- Bima,
- Genjah Kertas,
- Harapan,
- Harapan Baru,
- Hibrida C 1 (Hibrida Cargil 1)
- Hibrida IPB 4,
- Kalingga,
- Kania Putih,
- Malin,
- Metro,
- Nakula,
- Pandu,
- Parikesit,
- Permadi,
- Sadewa,
- Wiyasa,
- Bogor Composite-2.
2.3 Syarat Tumbuh
Tanaman
jagung berasal dari daerah tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan di luar daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan
lingkungan yang terlalu ketat, dapat tumbuh pada berbagai macam tanah
bahkan pada kondisi tanah yang agak kering. Tetapi untuk pertumbuhan
optimalnya, jagung menghendaki beberapa persyaratan.
Iklim
a.
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah
daerahdaerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub-tropis/tropis
yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0-50
derajat LU hingga 0-40 derajat LS.
b. Pada lahan yang tidak
beririgasi, pertumbuhan tanaman ini memerlukan curah hujan ideal sekitar
85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian
biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya jagung
ditanam diawal musim hujan, dan menjelang musim kemarau.
c.
Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman
jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat/ merana, dan
memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk
buah.
d. Suhu yang dikehendaki tanaman jagung antara 21-34 derajat
C, akan tetapi bagi pertumbuhan tanaman yang ideal memerlukan suhu
optimum antara 23-27 derajat C. Pada proses perkecambahan benih jagung
memerlukan suhu yang cocok sekitar 30 derajat C.
e. Saat panen
jagung yang jatuh pada musim kemarau akan lebih baik daripada musim
hujan, karena berpengaruh terhadap waktu pemasakan biji dan pengeringan
hasil.
Media Tanam
a. Jagung tidak memerlukan
persyaratan tanah yang khusus. Agar supaya dapat tumbuh optimal tanah
harus gembur, subur dan kaya humus.
b. Jenis tanah yang dapat
ditanami jagung antara lain: andosol (berasal dari gunung berapi),
latosol, grumosol, tanah berpasir. Pada tanah-tanah dengan tekstur berat
(grumosol) masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik dengan
pengolahan tanah secara baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur
lempung/liat (latosol) berdebu adalah yang terbaik untuk pertumbuhannya.
c.
Keasaman tanah erat hubungannya dengan ketersediaan unsur-unsur hara
tanaman. Keasaman tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah
pH antara 5,6 - 7,5.
d. Tanaman jagung membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik.
e.
Tanah dengan kemiringan kurang dari 8 % dapat ditanami jagung, karena
disana kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil. Sedangkan daerah
dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan
pembentukan teras dahulu.
Ketinggian Tempat
Jagung
dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah
pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah
dengan ketinggian optimum antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang
baik bagi pertumbuhan tanaman jagung.
2.4 Cara Budidaya Tanaman Jagung
a. Pembibitan
1. Persyaratan Benih
Benih
yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik, fisik
maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar,
tidak tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak
tercemar hama dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila
menggunakan benih bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan
sangat bergantung pada kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh
benih. Penggunaan benih jagung hibrida biasanya akan menghasilkan
produksi yang lebih tinggi. Tetapi jagung hibrida mempunyai beberapa
kelemahan dibandingkan varietas bersari bebas yaitu harga benihnya yang
lebih mahal dan hanya dapat digunakan maksimal 2 kali turunan dan
tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varietas unggul jagung untuk
dipilih sebagai benih adalah: Hibrida C 1, Hibrida C 2, Hibrida Pioneer
1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna, Baster kuning,
Kania Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi, Bogor Composite, Parikesit,
Sadewa, Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang belum lama
dikembangkan adalah: CPI-2, BISI-1, BISI-2, P-3, P-4, P-5, C-3, Semar 1
dan Semar 2 (semuanya jenis Hibrida).
2. Penyiapan Benih
Benih
dapat diperoleh dari penanaman sendiri yang dipilih dari beberapa
tanaman jagung yang sehat pertumbuhannya. Dari tanaman terpilih, diambil
yang tongkolnya besar, barisan biji lurus dan penuh tertutup rapat oleh
klobot, dan tidak terserang oleh hama penyakit. Tongkol dipetik pada
saat lewat fase matang fisiologi dengan ciri: biji sudah mengeras dan
sebagian besar daun menguning. Tongkol dikupas dan dikeringkan hingga
kering betul. Apabila benih akan disimpan dalam jangka lama, setelah
dikeringkan tongkol dibungkus dan disimpan dan disimpan di tempat
kering. Dari tongkol yang sudah kering, diambil biji bagian tengah
sebagai benih. Biji yang terdapat di bagian ujung dan pangkal tidak
digunakan sebagai benih. Daya tumbuh benih harus lebih dari 90%, jika
kurang dari itu sebaiknya benih diganti. Benih yang dibutuhkan adalah
sebanyak 20-30 kg untuk setiap hektar.
3. Pemindahan Benih
Sebelum
benih ditanam, sebaiknya dicampur dulu dengan fungisida seperti
Benlate, terutama apabila diduga akan ada serangan jamur. Sedangkan bila
diduga akan ada serangan lalat bibit dan ulat agrotis, sebaiknya benih
dimasukkan ke dalam lubang bersama-sama dengan insektisida butiran dan
sistemik seperti Furadan 3 G.
b. Pengolahan Media Tanam
Pengolahan
tanah bertujuan untuk: memperbaiki kondisi tanah, dan memberikan
kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah,
drainase dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada
kondisi lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya
diolah secara umum.
1. Persiapan
Dilakukan dengan cara
membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang
gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami (calon tempat
barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Tanah
yang keras memerlukan pengolahan yang lebih banyak. Pertama-tama tanah
dicangkul/dibajak lalu dihaluskan dan diratakan.
2. Pembukaan Lahan
Pengolahan
lahan diawali dengan membersihkan lahan dari sisa sisa tanaman
sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya
dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dilanjutkan dengan pencangkulan
dan pengolahan tanah dengan bajak.
3. Pembentukan Bedengan
Setelah
tanah diolah, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang barisan
tanaman. Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini
dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.
4. Pengapuran
Di
daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur. Jumlah kapur yang
diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun.
Pemberian dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada
barisan tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan
dosis 300 kg/ha per musim tanam dengan cara disebar pada barisan
tanaman.
5. Pemupukan
Apabila tanah yang akan ditanami tidak
menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan.
Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan
tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis rata-rata adalah:
Urea=200-300 kg/ha, TSP=75-100 kg/ha dan KCl=50-100 kg/ha. Adapun cara
dan dosis pemupukan untuk setiap hektar:
- Pemupukan dasar: 1/3
bagian pupuk Urea dan 1 bagian pupuk TSP diberikan saat tanam, 7 cm di
parit kiri dan kanan lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah;
-
Susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 1/3 bagian pupuk KCl
diberikan setelah tanaman berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan
lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup tanah;
- Susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 45 hari.
c. Teknik Penanaman
1. Penentuan Pola Tanaman
Pola
tanam memiliki arti penting dalam sistem produksi tanaman. Dengan pola
tanam ini berarti memanfaatkan dan memadukan berbagai komponen yang
tersedia (agroklimat, tanah, tanaman, hama dan penyakit, keteknikan dan
sosial ekonomi). Pola tanam di daerah tropis seperti di Indonesia,
biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah hujan
(terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan. Maka
pemilihan jenis/varietas yang ditanampun perlu disesuaikan dengan
keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan. Beberapa pola tanam yang
biasa diterapkan adalah sebagai berikut:
- Tumpang sari
(Intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama
atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan
kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
-
Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang
tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat
keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kacang tanah, ubi
kayu.
- Tanaman Bersisipan (Relay Cropping): pola tanam dengan
cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok
(dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh:
jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan
kacang panjang.
- Tanaman Campuran (Mixed Cropping): penanaman
terdiri atas beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun
larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan
terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti
jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang
tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu di perhatikan
agar benih tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam
antara: 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam
jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya,
tanaman akan semakin tinggi dan memerlukan tempat yang lebih luas.
Jagung berumur dalam/panjang dengan waktu panen ≥ 100 hari sejak
penanaman, jarak tanamnya dibuat 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung
berumur sedang (panen 80-100 hari), jarak tanamnya 25x75 cm (1
tanaman/lubang). Sedangkan jagung berumur pendek (panen < 80 hari),
jarak tanamnya 20x50 cm (1 tanaman/lubang). Kedalaman lubang tanam yaitu
antara 3- 5 cm.
3. Cara Penanaman
Pada jarak tanam 75 x 25 cm
setiap lubang ditanam satu tanaman. Dapat juga digunakan jarak tanam 75 x
50 cm, setiap lubang ditanam dua tanaman. Tanaman ini tidak dapat
tumbuh dengan baik pada saat air kurang atau saat air berlebihan. Pada
waktu musim penghujan atau waktu musim hujan hampir berakhir, benih
jagung ini dapat ditanam. Tetapi air hendaknya cukup tersedia selama
pertumbuhan tanaman jagung. Pada saat penanaman sebaiknya tanah dalam
keadaan lembab dan tidak tergenang. Apabila tanah kering, perlu diairi
dahulu, kecuali bila diduga 1-2 hari lagi hujan akan turun. Pembuatan
lubang tanaman dan penanaman biasanya memerlukan 4 orang (2 orang
membuat lubang, 1 orang memasukkan benih, 1 orang lagi memasukkan pupuk
dasar danmenutup lubang). Jumlah benih yang dimasukkan per lubang
tergantung yang dikehendaki, bila dikehendaki 2 tanaman per lubang maka
benih yang dimasukkan 3 biji per lubang, bila dikehendaki 1 tanaman per
lubang, maka benih yang dimasukkan 2 butir benih per lubang.
4. Lain-lain
Di
lahan sawah irigasi, jagung biasanya ditanam pada musim kemarau. Di
sawah tadah hujan, ditanam pada akhir musim hujan. Di lahan kering
ditanam pada awal musim hujan dan akhir musim hujan.
d. Pemeliharaan
1. Penjarangan dan Penyulaman
Dengan
penjarangan maka dapat ditentukan jumlah tanaman per lubang sesuai
dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 3 tanaman,
sedangkan yang dikehendaki hanya 2 atau 1, maka tanaman tersebut harus
dikurangi. Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan
pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan
tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar
tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk
mengganti benih yang tidak tumbuh/mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari
sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman
sama dengan sewaktu penanaman. Penyulaman hendaknya menggunakan benih
dari jenis yang sama. Waktu penyulaman paling lambat dua minggu setelah
tanam.
2. Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan
lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu
sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda biasanya dengan
tangan atau cangkul kecil, garpu dan sebagainya. Yang penting dalam
penyiangan ini tidak mengganggu perakaran tanaman yang pada umur
tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah. Hal ini biasanya
dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
3. Pembumbunan
Pembumbunan
dilakukan bersamaan dengan penyiangan dan bertujuan untuk memperkokoh
posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk
menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya
aerasi. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu,
bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan dan
kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan
tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang. Untuk
efisiensi tenagabiasanya pembubunan dilakukan bersama dengan penyiangan
kedua yaitu setelah tanaman berumur 1 bulan.
4. Pemupukan
Dosis
pemupukan jagung untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak
200-300 kg, pupuk TSP/SP 36 sebanyak 75-100 kg, dan pupuk KCl sebanyak
50- 100 kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Pada tahap
pertama (pupuk dasar), pupuk diberikan bersamaan dengan waktu tanam.
Pada tahap kedua (pupuk susulan I), pupuk diberikan setelah tanaman
jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam. Pada tahap ketiga (pupuk
susulan II), pupuk diberikan setelah tanaman jagung berumur 8 minggu
atau setelah malai keluar.
5. Pengairan dan Penyiraman
Setelah
benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah
telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan
menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air
yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada
parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
6. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penggunaan
pestisida hanya diperkenankan setelah terlihat adanya hama yang dapat
membahayakan proses produksi jagung. Adapun pestisida yang digunakan
yaitu pestisida yang dipakai untuk mengendalikan ulat. Pelaksanaan
penyemprotan hendaknya memperlihatkan kelestarian musuh alami dan
tingkat populasi hama yang menyerang, sehingga perlakuan ini akan lebih
efisien.
2.5 Hama dan Penyakit
a. Hama
1. Lalat bibit (Atherigona exigua Stein)
-
Gejala: daun berubah warna menjadi kekuning-kuningan; di sekitar bekas
gigitan atau bagian yang terserang mengalami pembusukan, akhirnya
tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman menjadi kerdil atau mati.
-
Penyebab: lalat bibit dengan ciri-ciri warna lalat abu-abu, warna
punggung kuning kehijauan dab bergaris, warna perut coklat kekuningan,
warna telur putih mutiara, dan panjang lalat 3-3,5 mm.
-
Pengendalian: (1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman
akan sangat membantu memutus siklus hidup lalat bibit, terutama setelah
selesai panen jagung; (2) tanaman yang terserang lalat bibit harus
segera dicabut dan dimusnahkan, agar hama tidak menyebar; (3) kebersihan
di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga dan selalu diperhatikan
terutama terhadap tanaman inang yang sekaligus sebagai gulma; (4)
pengendalian secara kimiawiinsektisida yang dapat digunakan antara lain:
Dursban 20 EC, Hostathion 40 EC, Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26
dan Promet 40 SD sedangkan dosis penggunaan dapat mengikuti aturan
pakai.
2. Ulat pemotong
- Gejala: tanaman jagung yang terserang
biasanya terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah yang ditandai
dengan adanya bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman jagung
yang masih muda itu roboh di atas tanah.
- Penyebab: beberapa jenis
ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera litura, penggerek
batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung
(Helicoverpa armigera).
- Pengendalian: (1) bertanam secara serentak
pada areal yang luas, bisa juga dilakukan pergiliran tanaman; (2)
dengan mencari dan membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya terdapat di
dalam tanah; (3) sebelum lahan ditanami jagung, disemprot terlebih
dahulu dengan insektisida.
b. Penyakit
1. Penyakit bulai (Downy mildew)
-
Penyebab: cendawan Peronosclero spora maydis dan P. spora javanica
serta P. spora philippinensis. yang akan merajalela pada suhu udara 27
derajat C ke atas serta keadaan udara lembab.
- Gejala: (1) pada
tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan pertumbuhan
batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan
spora cendawan warna putih; (2) pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman
yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan
perubahan warna ini dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah
bentuk dan isi; (3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan
pada daun tua.
- Pengendalian: (1) penanaman dilakukan menjelang
atau awal musim penghujan; (2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman,
penanaman varietas unggul; (3) dilakukan pencabutan tanaman yang
terserang, kemudian dimusnahkan.
2. Penyakit bercak daun (Leaf bligh)
- Penyebab: cendawan Helminthosporium turcicum.
-
Gejala: pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning
dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung
daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian
berubah warna menjadi coklat kekuningkuningan, kemudian berubah menjadi
coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat.
-
Pengendalian: (1) pergiliran tanaman hendaknya selalu dilakukan guna
menekan meluasnya cendawan; (2) mekanis dengan mengatur kelembaban lahan
agar kondisi lahan tidak lembab; (3) kimiawi dengan pestisida antara
lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F.
3. Penyakit karat (Rust)
- Penyebab: cendawan Puccinia sorghi Schw dan Puccinia polypora Underw.
-
Gejala: pada tanaman dewasa yaitu pada daun yang sudah tua terdapat
titik-titik noda yang berwarna merah kecoklatan seperti karat serta
terdapat serbuk yangberwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini
kemudian berkembang dan memanjang, kemudian akhirnya karat dapat berubah
menjadi bermacam-macam bentuk.
- Pengendalian: (1) mengatur
kelembaban pada areal tanam; (2) menanam varietas unggul atau varietas
yang tahan terhadap penyakit; (3) melakukan sanitasi pada areal
pertanaman jagung; (4) kimiawi menggunakan pestisida seperti pada
penyakit bulai dan bercak daun.
4. Penyakit gosong bengkak (Corn smut/boil smut)
- Penyebab: cendawan Ustilago maydis (DC) Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC.
-
Gejala: pada tongkol ditandai dengan masuknya cendawan ini ke dalam
biji sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall),
pembengkakan ini menyebabkan pembungkus terdesak hingga pembungkus rusak
dan kelenjar keluar dari pembungkus dan spora tersebar.
-
Pengendalian: (1) mengatur kelembaban areal pertanaman jagung dengan
cara pengeringan dan irigasi; (2) memotong bagian tanaman kemudian
dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur dengan fungisida secara
merata hingga semua permukaan benih terkena.
5. Penyakit busuk tongkol dan busuk biji
-
Penyebab: cendawan Fusarium atau Gibberella antara lain Gibberella zeae
(Schw), Gibberella fujikuroi (Schw), Gibberella moniliforme.
-
Gejala: dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji
jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah
menjadi warna coklat sawo matang.
- Pengendalian: (1) menanam jagung
varietas unggul, dilakukan pergiliran tanam, mengatur jarak tanam,
perlakuan benih; (2) penyemprotan dengan fungisida setelah ditemukan
gejala serangan.
2.6 Panen
Hasil panen jagung tidak semua
berupa jagung tua/matang fisiologis, tergantung dari tujuan panen.
Seperti pada tanaman padi, tingkat kemasakan buah jagung juga dapat
dibedakan dalam 4 tingkat: masak susu, masak lunak, masak tua dan masak
kering/masak mati.
a. Ciri dan Umur Panen
Ciri jagung yang siap dipanen adalah:
- Umur panen adalah 86-96 hari setelah tanam.
-
Jagung siap dipanen dengan tongkol atau kelobot mulai mengering yang
ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga.
- Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.
Jagung
untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi
penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm. Jagung untuk
direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya kelobot
masih berwarna hijau, dan bilabiji dipijit tidak terlalu keras serta
akan mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras
jagung), pakan ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya
dipanen jika sudah matang fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar
daun dan kelobot telah menguning. Apabila bijinya dilepaskan akan ada
warna coklat kehitaman pada tangkainya (tempat menempelnya biji pada
tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak meninggalkan bekas.
b. Cara Panen
Cara
panen jagung yang matang fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol
berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah
jagung. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan alat
mesin pemetikan.
c. Periode Panen
Pemetikan jagung pada
waktu yang kurang tepat, kurang masak dapat menyebabkan penurunan
kualitas, butir jagung menjadi keriput bahkan setelah pengeringan akan
pecah, terutama bila dipipil dengan alat. Jagung untuk keperluan sayur,
dapat dipetik 15 sampai dengan 21 hari setelah tanaman berbunga.
Pemetikan jagung untuk dikonsumsi sebagai jagung rebus, tidak harus
menunggu sampai biji masak, tetapi dapat dilakukan } 4 minggu setelah
tanaman berbunga atau dapat mengambil waktu panen antara umur panen
jagung sayur dan umur panen jagung masak mati.
d. Prakiraan Produksi
Produksi
jagung di suatu negara sering mengalami pasang surut. Hal ini dapat
terjadi sebagai akibat perubahan areal penanaman jagung. Namun demikian
dengan ditemukannya varietas-varietas unggul sebagai imbangan
berkurangnya lahan, maka totalitas produksi tidak akan terlalu berubah.
Irigasi dan pemupukan sangat penting untuk mendapatkan produksi yang
baik. Walaupun potensi hasil cukup tinggi, cara untuk mendapatkan
produksi pada tingkat optimal yang dilakukan oleh petani, baru
memberikan hasil 17 ton/ha.
2.7 Pasca Panen
Setelah jagung
dipetik biasanya dilakukan proses lanjutan yang merupakan serangkaian
pekerjaan yang berkaitan dan akhirnya produk siap disimpan atau
dipasarkan.
a. Pengupasan
Jagung dikupas pada saat masih
menempel pada batang atau setelah pemetikan selesai. Pengupasan ini
dilakukan untuk menjaga agar kadar air di dalam tongkol dapat diturunkan
dan kelembaban di sekitar biji tidak menimbulkan kerusakan biji atau
mengakibatkan tumbuhnya cendawan. Pengupasan dapat memudahkan atau
memperingan pengangkutan selama proses pengeringan. Untuk jagung masak
mati sebagai bahan makanan, begitu selesai dipanen, kelobot segera
dikupas.
b. Pengeringan
Pengeringan jagung dapat dilakukan
secara alami atau buatan. Secara tradisional jagung dijemur di bawah
sinar matahari sehingga kadar air berkisar 9–11 %. Biasanya penjemuran
memakan waktu sekitar 7-8 hari. Penjemuran dapat dilakukan di lantai,
dengan alas anyaman bambu atau dengan cara diikat dan digantung. Secara
buatan dapat dilakukan dengan mesin pengering untuk menghemat tenaga
manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan
buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam
biji dengan panas pengeringan sekitar 38-43 derajat C, sehingga kadar
air turun menjadi 12-13 %. Mesin pengering dapat digunakan setiap saat
dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung
yang diinginkan.
c. Pemipilan
Setelah dijemur sampai kering
jagung dipipil. Pemipilan dapat menggunakan tangan atau alat pemipil
jagung bila jumlah produksi cukup besar. Pada dasarnya “memipil” jagung
hampir sama dengan proses perontokan gabah, yaitu memisahkan biji-biji
dari tempat pelekatan. Jagung melekat pada tongkolnya, maka antara biji
dan tongkol perlu dipisahkan.
d. Penyortiran dan Penggolongan
Setelah
jagung terlepas dari tongkol, biji-biji jagung harus dipisahkan dari
kotoran atau apa saja yang tidak dikehendaki, sehinggga tidak menurunkan
kualitas jagung. Yang perlu dipisahkan dan dibuang antara lain
sisa-sisa tongkol, biji kecil, biji pecah, biji hampa, kotoran selama
petik ataupun pada waktu pengumpilan. Tindakan ini sangat bermanfaat
untuk menghindari atau menekan serangan jamur dan hama selama dalam
penyimpanan. Disamping itu juga dapat memperbaiki peredaran udara. Untuk
pemisahan biji yang akan digunakan sebagai benih terutama untuk
penanaman dengan mesin penanam, biasanya membutuhkan keseragaman bentuk
dan ukuran buntirnya. Maka pemisahan ini sangat penting untuk menambah
efisiensi penanaman dengan mesin. Ada berbagai cara membersihkan atau
memisahan jagung dari campuran kotoran. Tetapi pemisahan dengan cara
ditampi seperti pada proses pembersihan padi, akan mendapatkan hasil
yang baik.
Bab III
Penutup
Dengan fakta yang telah
disajikan diatas, terbukti bahwa tanaman jagung memiliki banyak segi
positif yang bisa dijadikan petani sebagai referensi untuk mengembangkan
usaha taninya khususnya komoditas jagung. Jagung memiliki prospek yang
bagus dimasa yang akan datang karena jagung memiliki potensi sebagai
bahan makanan utama pengganti gandum dan padi. Hal ini dapat saja
terjadi mengingat kadar yang terkandung dalam jagung tidak jauh berbeda
dengan gandum dan padi contohnya kadar gizi, vitamin maupun
karbohidratnya.
Jagungpun bisa diolah menjadi berbagai variasi
makanan. Hal inilah yang menjadi nilai tambah bahwa jagung merupakan
tanaman yang menguntungkan baik di masa sekarang maupun masa yang akan
datang.
Daftar Pustaka
AAK. (1993). Teknik Bercocok Tanam Jagung. Yogyakarta. Kanisius.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (1998). Budidaya Kedelai dan Jagung.
Palangkaraya. Departemen Pertanian.
Capricorn Indo Consult. (1998). Studi Tentang Agroindustri & Pemasaran JAGUNG & KEDELAI di Indonesia.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (1988). Jagung Bogor Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Saenong,
Sania. (1988). Teknologi Benih Jagung. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Sutoro, Yogo Sulaeman, Iskandar. (1988). Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Warisno (1998). Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta. Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar